Portal Pantura, Brebes – Hingga kini, Indonesia masih menjadi rumah bagi berbagai suku terpencil yang hidup sederhana dan menjaga tradisi leluhur.
Salah satunya adalah Suku Togutil yang mendiami kawasan hutan Halmahera Timur, Maluku Utara.
Hidup terisolasi dari peradaban modern, suku ini menawarkan gambaran menarik tentang hubungan harmonis antara manusia dan alam.
Suku Togutil hidup nomaden di pedalaman hutan Halmahera Timur, sering kali di dekat aliran sungai yang jauh dari pemukiman umum.
Sebagian kecil dari mereka telah mengenal peradaban modern dan tinggal di pesisir, namun mayoritas masih bergantung penuh pada hutan.
Aktivitas sehari-hari masyarakat Togutil erat kaitannya dengan alam.
Para pria biasanya berburu hewan seperti babi dan rusa, mengumpulkan sagu, serta mencari hasil hutan seperti getah damar dan gaharu.
Mereka juga memanfaatkan sungai untuk memancing.
Di sisi lain, mereka bertani dengan menanam tanaman seperti pisang, ubi kayu, pepaya, dan tebu.
Para wanita berperan penting dalam rumah tangga, meramu hasil buruan, dan merawat kebun.
Prinsip hidup sederhana menjadi bagian dari tradisi mereka.
Berdasarkan penelitian Universitas Hein Namotemo Tobelo, Suku Togutil hanya mengambil hasil hutan sesuai kebutuhan, mencerminkan penghormatan mereka terhadap alam.
Hunian Suku Togutil sangat sederhana, terbuat dari bahan-bahan alami seperti kayu, bambu, dan daun palem.
Menariknya, rumah-rumah mereka biasanya tidak berdinding, hanya berlantai papan, dan dirancang sesuai dengan kebutuhan.
Ada tiga tipe rumah yang dikenal, yakni rumah sederhana, sedang, dan lengkap.
Rumah sederhana terdiri dari satu gubuk besar dengan tempat tidur, dapur berbentuk tungku, dan para-para untuk menyimpan makanan.
Rumah sedang memiliki tambahan dapur kecil yang terpisah, sementara rumah lengkap dilengkapi dengan gubuk khusus untuk tidur tamu atau orang dewasa.
Kepercayaan spiritual Suku Togutil berpusat pada Jou Ma Dutu, sosok yang mereka yakini sebagai pemilik alam semesta.
Mereka juga percaya bahwa setiap elemen alam memiliki roh yang harus dihormati.
Oleh karena itu, mereka menjaga hutan dengan penuh tanggung jawab, memanfaatkannya dengan bijaksana, dan menggunakannya sebagai sumber obat-obatan tradisional.
Roh leluhur dianggap bersemayam di rumah-rumah mereka, menjadi pelindung dan penjaga komunitas.
Keyakinan ini memengaruhi cara mereka memandang hutan, yang dianggap sebagai tempat suci.
Hutan bukan hanya sumber penghidupan bagi Suku Togutil, tetapi juga bagian dari identitas mereka.
Tradisi seperti Bubugo menunjukkan betapa pentingnya mereka menjaga keseimbangan alam.
Dalam tradisi ini, kawasan tertentu di hutan diberi tanda berupa botol yang diikat dengan kain kecil atau pita sebagai penanda larangan memasuki wilayah tersebut tanpa izin.
Larangan tersebut berlaku tidak hanya bagi anggota suku, tetapi juga bagi masyarakat luar.
Melanggar aturan ini diyakini akan membawa nasib buruk, seperti penyakit atau kejadian yang membahayakan pelaku.
Larangan semacam ini mencerminkan kesadaran ekologis mereka untuk mencegah eksploitasi hutan secara berlebihan.
Dalam kehidupan sehari-hari, Suku Togutil menggunakan bahasa Tobelo, bahasa yang juga digunakan oleh masyarakat pesisir di Halmahera.
Bahasa ini menjadi jembatan komunikasi di antara mereka sekaligus menjaga identitas budaya suku tersebut.
Bagi Suku Togutil, hutan adalah anugerah ilahi yang harus dijaga.
Mereka menganggap pohon sebagai simbol kelahiran generasi baru dan mempercayai bahwa roh leluhur bersemayam di dalam hutan.
Keyakinan ini mendorong mereka untuk menerapkan berbagai aturan adat guna melindungi hutan dari eksploitasi berlebihan.
Tradisi dan gaya hidup Suku Togutil mengajarkan kita tentang harmoni antara manusia dan alam.
Kehidupan mereka yang sederhana, kearifan lokal dalam mengelola hutan, serta penghormatan terhadap tradisi leluhur, menjadi pelajaran berharga di era modern ini.
Dengan keberadaan mereka, Suku Togutil menunjukkan bahwa menjaga alam bukan hanya tentang melestarikan lingkungan, tetapi juga mempertahankan warisan budaya yang tak ternilai. Semoga upaya ini terus bertahan di tengah perubahan zaman.***