Tegal, PortalPantura.com:
Produksi sampah di Kota Tegal mencapai 250 ton perhari. Dari jumlah itu, 30 persenya merupakan sampah plastik.
Wakil Walikota Tegal Muhamad Jumadi ST MM mengatakan, dari jumlah sampah tersebut hanya 10 ton yang dikirim ke industri daur ulang.
Jumadi merinci, ada timbunan sampah sebanyak 214 ton di Tempat Pembuangan Akhir Sementara (TPAS), dan 10 ton merupakan sampah unorganik.
Orang nomor dua di Kota Tegal ini mengatakan, permasalahan sampah, terutama sampah plastik merupakan masalah krusial yang sampai saat ini masih dicari solusinya.
Meskipun, lanjut Jumadi, ada larangan menggunakan plastik sekali pakai diterapkan.
“Permasalahan plastih harus diselesaikan menyeluruh,” kata Jumadi dalam Webinar Yok Yok Ayok! Daur Ulang dengan topik ‘Apakah Tempat Pembuangan Akhir Tanpa Sampah Plastik di Indonesia Dapat Dicapai dengan Adanya Larangan Plastik Sekali Pakai? Pentingnya Peran Pemerintah Daerah’.
Ujar Jumadi, penanganan masalah sampah tidak hanya dengan satu pihak saja seperti pelarangan memakai plastik sekali pakai, tetapi harus melibatkan semua pihak dari hulu sampai ke hilir.
Jumadi mengakui di Kota Tegal belum ada larangan memakai plastik sekalai pakai, karena belum ada solusi penggantinya. “Memang bisa kita hidup tanpa plastik,” tanyanya.
Jumadi berharap permasalahan sampah bisa diselesaikan di tingkat rumah tangga, sehingga sampah yang masuk ke TPS hanya sampah residu.
Jumadi mengatakan, Pemkot Tegal berkomitmen terhadap pengelolaan sampah dan lingkungan hidup. Hal itu antara lain diimplementasikan melalui Peraturan Daerah Nomor 4 Nomor 2019 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sejenis Rumah Tangga dan Peraturan Wali Kota Nomor 32 Tahun 2019 tentag Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sejenis Rumah Tangga.
Selain itu, kata Jumadi, sesuai Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, pengelolaan sampah di 21 TPS dilakukan dengan prinsip 3R (reduce, reuse, recycle), dan pemanfaatan sampah kantong keresek untuk bahan baku sepatu dan kerajinan lainnya. “Kami juga sudah memanfaatkan sampah plastik untuk digunakan sebagai aspal jalan,” ungkapnya.
Jumadi mengatakan, pihaknya juga melakukan terobosan dalam pengelolaan sampah yakni dengan mempersiapkan mesin predator sampah yang hasilnya bisa dijadikan briket untuk industri. Rencananya alat ini sudah ada di Kota Tegal pada pertengahan Desember.
“Di samping upaya-upaya yang dilakukan pemerintah dan pihak-pihak lain, setiap warga juga perlu meningkatkan kesadaran bagaiaman memilah sampah rumah tangganya,” ujarnya.
Narasumber lain, Prispolly Lengkong, Ketua Nasional Ikatan Pemulung Indonesia (IPI) mengatakan, belum ada dampak signifikan dari ada kebijakan larangan penggunaan plastik sekali pakai di sejumlah daerah.
“Kenyataan di lapangan, sampah-sampah plastik masih banyak,” kata pria ini.
Meksi demikian, diakui Prispolly, jika semua daerah menerapkan larangan penggunaan plastik, maka akan berdampak pada nasib para pemulung yang hidupnya bergantung pada sampah. Untuk itu, dia meminta ada solusi dari pemerintah, perusahaan dan masyarakat dalam mengurangi sampah TPA namun tetap memperhatikan keberadaan para pemulung.
Dalam webinar yang sama, Direktur Kemasan Group Wahyudi Sulistya berpendapat, kebijakan Pelarangan Penggunaan Plastik Single-Use belum tentu mempengaruhi pengurangan sampah plastik di TPA.
“Sudah ada larangan sampah plastik, tapi kenapa sampah di TPA masih menggunung. Apa yang salah? Ini yang harus dicari,” ujar dia.
Menurut dia, pencegahan sampah plastik agar tidak sampai di TPA harus dilakukan secara menyeluruh. Salah satunya dengan memanfaatkan teknologi seperti sudah dilakukan di luar negeri.
“Pengelolaan sampah semua ada teknologinya, bisa dikopi paste, tinggal mau atau tidak. Kesadaran masyarakat kita juga penting. Sudah ada yang sadar tapi pengambilan sampahnya kembali tercmpur. Di sinilah waste management penting,” pungkasnya. [*]